Panglima
Besar Jendral Soedirman, dilahirkan di
Desa Bantarbarang, Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari
1916. Soedirman dibesarkan dalam lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya, Karsid
Kartowirodji, adalah pekerja Pabrik Gula Kalibagor, dan Ibunya Siyem.,
keturunan Wedana Rembang, bersaudara dengan Ibu Mas Ajeng Turidowati, isteri R
Tjokrosoenarjo asisten Wedana Rembang. Karena Tjokrosoenarjo tidak mempunyai
anak, Soedirman kemudian diangkat sebagai anak, dan dibawa pindah ke Cilacap.
Soedirman mempunyai satu adik yang bernama Muhammad Samingan.
Pendidikan
dasar Soedirman, dimulai di sekolah HIS di Cilacap tahun 1923-1930, dilanjutkan
ke sekolah MULO Taman Dewasa (hanya 1 tahun), dan pindah ke Perguruan Parama
Wiworotomo selesai 1935. Di Sekolah ini Soedirman banyak ditempa dengan
berbagai kegiatan, termasuk kegiatan organisasi dan keagamaan. Dalam soal
pelajaran dikatakan bahwa Soedirman agak lemah dari tulisan Jawa. Tetapi,
sangat menonjol dalam pelajaran bahasa Indonesia, sejarah, tatanegara, ilmu
bumi, bahsa Belanda dan sudah tentu pelajaran Wiworo Tomo, Soedirman sering
disebut Kajine. Setelah selesai dari MULO Wiworo Tomo, Soedirman sempat
masuk ke HIK Muhammadiyah di Solo. Tetapi, baru satu tahun keluar, lantaran
ketiadaan biaya. Karena Ibu dan Ayah angkatnya wafat. Kendati demikian, karena
jiwanya yang keras tidak membuat Soedirman putus asa. Ia terus tabah dan
melanjutkan memperjuangkan cita-citanya.
Semasa
sekolah, Soedirman telah terjun ke dalam kegiatan Muhammadiyah dan kepanduan.
Pertama kali menjadi anggota Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), kemudian anggota
Kepanduan Hizbul Wathan (HW) milik Muhammadiyah. Dikalangan HW, pengaruh
Soedirman sangat besar. Sehingga, ia diangkat kawannya. Sikap ini terus ia bawa
sampai Soedirman menjadi Panglima Besar. Karena ketabahan dan kekerasan hatinya
menimbulkan kekaguman di kalangan kawan-kawannya.
Pada
tahun 1936, Soedirman kembali ke Cilacap menjadi guru di HIS Metode Qur’an
Muhammadiyah. Sambil tetap aktif berorganisasi. Pada tahun itu juga, Soedirman
melangsungkan pernikahan dengan Alfiah binti Sastoatmojo, teman sekolahnya di
Perguruan Wiworo Tomo. Selain mengajar, juga mendirikan pasukan pandu HW dengan
para murid sekolah, pemuda disekitar sekolah HIS, dan anak-anak keluarga
Muhammadiyah. Di samping latihan teknik kepanduan seperti memasak, morse, dan
semaphore. Soedirman juga memberikan tuntunan agama Islam kepada anak didiknya.
Pada muridnya itupun sering ditampilkan dalam arena-arena Muktamar
Muhammadiyah. Keberhasilan Soedirman memimpin pandu HW ternyata tidak hanya di
cabang Cilacap , tapi juga ditingkat Wilayah dan Nasional. Dalam Kongres
Muhammadiyah ke-29 tahun 1939 di Yogyakarta, ia mengusulkan agar pandu HW
mengenakan celana panjang. Ssehingga bila shalat tiba mereka tidak perlu sulit
mencari sarung lagi, langsung saja shalat. Usulan itu diterima.
Di
kalangan anak buah dan muridnya, Soedirman dikenal pemimpin yang sangat
bertanggung jawab. Karena aktifitas dan pembawaan dirinya yang begitu menonjol,
Soedirman dipercaya sebagai Pimpina Pemuda Muhammadiyah dan menduduki Wakil
Majelis Pemuda Muhammadiyah (WMPM) wilayah Banyumas. Bahkan Soedirman juga
dipercaya sebagai WMPM tingkat wilayah Jawa Tengah.
Selain
itu, Soedirman juga merupakan guru yang berbakat. Di dalam menyampaikan
pelajaran sangat menarik dengan didukung pembendaharaan pengetahuan dan
keterampilan pelajaran. Melalui mata pelajaran, Soedirman berusaha menyelipkan
unsur kehidupan sebagai bangsa dikaitkan dengan kehidupan beragama. Ia sangat
disenangi murid bahkan disenangi dan dihargai oleh sesama guru. Hubungan
Soedirman dengan sesama guru sangat akrab dan hormat kepada atasan. Sehingga,
pada saat ada pemilihan Kepala Sekolah di HIS Muhammadiyah Cilacap, dia
terpilih sebagai Kepala Sekolah dengan gaji f 12,50,-
Sebagai
Kepala Sekolah, Soedirman tetap menjaga keakraban dengan guru-guru yang ada.
Soedirman menghargai para guru sebagai kolega, teman sejawat dan seprofesi.
Soedirman mengkoordinir kawan-kwan guru untuk terus bekerja keras, penuh
disiplin untuk memajukan HIS Muhammadiyah Cilacap. Oleh Soedirman HIS
Muhammadiyah diobsesikan sebagai lembaga pendidikan dasar bagi generasi penerus
putera. Karena itu, his Muhammadiyah Cilacap waktu itu sangat terkenal
dlingkungan masyarakat Cilacap.
Sebagai
kader Muhammadiyah yang cukup mendalami Islam, Soedirman ternyata juga menjadi
juru dakwah yang handal. Daerah kegiatan dakawh Soedirman cukup luas, meliputi
Cilacap, Banyumas, bahkan sampai perbatasan dengan Brebes. Pusat kegiatan
dakwahnya di Cilacap berada di Masjid Muhammadiyah, Jalan Rambutan.
Keberagamaan
dan kemuhammadiyahan Soedirman sudah begitu mendarah daging. Begitu cintanya
kepada Muhammadiyah, pada waktu Soedirman akan meninggalkan Cilacap menuju
Bogor untuk latihan sebagai anggota PETA, diadakan acara pamitan dengan
pengajian. Dalam pengajian itu, Soedirman berpesan kepada jamaah, agar
Muhammadiyah dihidup-hidupkan dan terus dikembangkan . “Saya akan mempunyai
tugas baru, saya akan menjadi serdadudan akan berangkat latihan ke bogor. Sedulur-dulur
tulung diinget-inget Muhammadiyah (saudara-saudara saya titip tolong
dihidup-hidupkan Muhammadiyah). ” Dan ternyata, Muhammadiyah terus berkembang
di Cilacap hingga saat ini.
Soedirman
meninggal, tanggal 29 Januari 1950 dan dimakamkan di Makam Taman Pahlawan,
Semaki Yogyakarta. Selain menyandang predikat Bapak TNI, atas jasa-jasanya pada
1997, pemerintah menganugerahkan gelar Jendral Besar dengan Bintang Lima kepada
Soedirman.
Sumber
: 100 tokoh Muhammadiyah, Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah
0 komentar:
Posting Komentar