Sumber: antaranews.com |
Islam
adalah agama pembesan dan pencerahan. Oleh karena itu, kita wajib selalu
bersyukur bahwa detik ini kita masih menjadi Mukmin. Mengapa? Karena Islam sebagai
agama penyempurna atas semua agama yang ada, mengandung ajaran yang menempatkan
manusia, keadilan sosial dan kemakmuran dalam posisi yang sentral. Islam adalah
agama yang mengajarkan prinsip kesimbangan. Yaitu, keseimbangan kewajiban
pemenuhan kebutuhan manusia akan: kebutuhan duniawi-ukhrawi (hablumminnas dan
hablumminallah) keseimbangan batiniyah (spiritual) lahiriyah (material)
keseimbangan individual- sosial kemasyarakatan (ekonomi, hukum, politik,
demokrasi, hak asasi manusia, kewajiban asasi manusia, pendidikan, kebudayaan,
kesehatan, kepemimpinan, empati, advokasi sosial).
Islam
memberi perhatian serius pentingnya akhlaq. Yaitu kriteria dan kualitas
hubungan manusia dan Allah swt, dengan kitab suci, dengan orang tua, keluarga,
tetangga dekat-jauh, dengan sesama umat dan antarumat serta manusia universal
lintas agama, lintas etnis, bangsa dan bahkan lintas budaya (multikultural).
Islam juga menetapkan patokan (kriteria) akhklaq dalam mempelajari dan
mengamalkan ilmu pengetahuan, pendidikan, ekonomi, politik, lingkungan dan
akhlaq demokrasi.
Begitulah
Islam agama yang lengkap, rinci, serba cakup (konprehensif) dan universal. Maka
pantaslah jika kita diperintahkan oleh Allah swt untuk masuk kedalam Islam
(meyakini, memahami dengan nalar yang sehat dan mengamalkan) secara utuh dan
menyeluruh sebagaimana firman Allah QS.Al-Baqarah:208, “Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara utuh, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.”
Marilah
kita sejenak merenungi betapa mulia dan sempurnanya ajaran Islam yang
menjunjung tinggi harkat martabat kemanusiaan, mengajarkan berkurban ternak
sebagai pendidikan jiwa solidaritas dan keadilan sosial dan melrang pencurian
(korupsi) serta perbuatan rusak lainnya. Dalam suasana Hari Raya Idul Qurban
tahun ini, marilah kita sekaligus bagaiman situasi bangsa dan masyarakat dewasa
ini untuk kemudian menentukan sikap dan langkah konkrit “apa” yang harus kita
perbuat sebagai umat Islam bagian terbesar dari bangsa yang beragama ini.
Kita
paham dan sadar, bahwa unsur penting agama adalah mengamalkan semua ajaran
dengan amalan yang konkrit dan jelas yang dapat dirasakan manfaatnya oleh
rakyat dan bangsa Indonesia. Karena umat Islam adalah merupakan “kekuatan
perubahan” bagi zamannya. Kita adalah umat pembentuk dan penentu sejarah masa
depan Indonesia yang berakdilan sosial, yang bebas dari korupsi sebagai bentuk
penjarahan keuangan negara yang hakikatnya adalah anugerah Allah dan menjadi
hak rakyat itu.
Kita
bukan umat yang terus-menerus dikendalikan dan ditentukan nasibnya oleh pihak
lain, termasuk sebagian penguasa dan melanggar dan mengkhianati amanah, penipu,
dan penjarah harta rakyat. Rasulullah saw mengajarkan kepada kita semua bahwa,
“pejabat dan penguasa yang baik dan benar adalah memiliki sifat jujur(siddiq),
cerdas (fathanah), dapat dipercaya (amanah), dan berani mengemukakan kebenaran
(tabligh), bukan pejabat yang mengidap krisi akhlaq dan tuna kepemimpinan.
Pejabat negara dan pemerintah bukanlah alat ATM untuk parpol, keluarga dan
kroninya, melainkan pengemban dan pelayan pemenuhan hak-hak rakyat. ”
Kita
adalah umat yang memiliki keunggulan dan misi untuk memperbaiki kualitas bangsa
sebagaiman ayat berikut: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.(QS.At-Tiin). “Dan sesungguhnya Kami telah
muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri
mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.”(QS.Al-Isra’:70).
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah mereka lebih baik bagi mereka dan
kebanyak mereka adalah orang-orang yang fasiq.”(QS. Ali Imran:110).
Dari
ayat-ayat di atas, cukup jelas apa fungsi dan tugas kita sebagai
Muslim-Muslimat berkaitan dengan kondisi diri kita maupun bangsa kita. Sebagai
pribadi, kita berkepentingan dan berkewajiban untuk berhati-hati dengan diri
kita, juga dalam hubungan baik (akhlaq) kita dengan Allah Sang Pencipta. Kita
jaga tertib dan disiplin shalat dan tadarus keluarga kita. Kita bangun keluarga
dengan harta yang halal dan thayyib (baik) melalui kerja keras penuh kejujuran.
Kita hindari sejauh mungkin harta haram yang panas hasil korupsi (penjarahan
uang negara=hak rakyat). Masuk ke rumah kita. Tidaklah harta haram itu membawa
barokah, melainkan menjadi racun yang mencemari dan merusak kualitas seisi
rumah kita.
Demi
waktu bangsaini akan menuai kebangkrutan total yang sudah di depan mata
bilamana kita semakin menjauh dari pengamalan ajaran agama dan mendiamkan
kemungkaran politik. Demi waktu, kekayaan alam yang sangat besar berupa tambang
emas, uranium, mineral, batu bara, pasir besi, gas dan kekayaan laut yang
semakin ludes dijarah oleh kapitalis nasional dan internasional. Mereka menguras,
merusak dan memperkosa harta rakyat melalui kekuasaan politik. Pada sisi yang
lain kita semakin prihatin dengan semakin maraknya pusat-pusat perbelanjaan
besar di berbagai kota yang selain menimbulkan budaya konsumtif dan
konsumerisme juga berakibat tergusurnya ekonomi rakyat melalaui pasar-pasar
rakyat (pasar tradisional).
Pertanyaannya:
Apa dan bagaimana sikap kita sebagai mukmin mengahdapi situasi bangsa yang
sudah ada diujung kebangkrutan dan keruntuhan martabat ini? Jawabannya: kita
kembali kepada agama, karena agama adalah nasehat. Saatnya kita kembali kepada
jalan kebenaran (Islam) yang mendidik dan memandu kita untuk memperdalam dan
mempertajam nurani dan akal budi kita. Dengan ibadah Qurban kita dididik untuk
peka dan solider terhadap saudara kita yang fakir dan miskin.
Dua
pertiga daging Qurban yang wajib dibagikan kepada mereka menunjukkan watak
sosial dan solider ajaran Islam. Ajaran Qurban dalam Islam mendidik umat untuk
tidak egois, tidak bakhil, melainkan mendidik kita menjadi Muslim-Muslimat yang
memiliki sifat kepemimpinan yang peka dan peduli terhadap nasib sesama. Ajaran
berqurban mengandung makna yang besar bgi kebutuhan hadirnya pemimpin bangsa
dan negara yang cerdas dan tajam nurani, akhlaq, keilmuan dan kepemimpinannya.
Marilah
kita bangkitkan kembali sikap optimisme, percara diri dan keyakinan akan
keberhasilan jihad akbar kita menyelamatkan bangsa ini. Mari kita ajak secara
proaktif dan sungguh-sungguh keluarga kita, semua elemen bangsa, antar umat
beragama, antar suku, lintas profesi dan unsur madani untuk melakukan perubahan
kualitas kehidupan berbangsa. Yaitu perubahan yang kelak menghadirkan sejumlah
pemimpin yang sejak awal sudah teruji kualitas dan integritas kepemimpinannya.
Bukan pemimpin karbitan yang dijagokan oleh cukong-cukong dan calo politik
berkolaborasi dengan bromocorah. Saatnya bangsa ini dipimpin oleh yang memenuhi
persyaratan utama yaitu: “Pemimpin yang teruji kejujuran, kesederhanaan,
keberanian, kecerdasan keilmuan serta keslehan spiritual dan keshalihan
sosialnya.”
Sebagai
penutup, marilah kita lakukan perbaikan atas kondisi bangsa ini dengan cara
menaati hukum yang berlaku, menhindari berlomba dalam kemewahan dan
keserakahan. Ajaran berkurban yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS, kita
kembangkan dengan cara baru. Yaitu menumbuh-kembangkan sifat dan sikap berkorban
untuk mereka yang sedang diuji dengan kefakiran dan kemiskinan. Baik fakir
ekonomi maupun “fakir politik akibat sistem politik korup.”
Penulis :
Dr. HM. Busyro Muqaddas, Ketua PP Muhammadiyah
Disarikan
dari Majalah Suara Muhammadiyah edisi no.17 th ke-100, hal:31-34 dalam kolom
Khutbah Idul Adha.
0 komentar:
Posting Komentar